Islam adalah agama yang sifatnya universal. Jika kita teliti
kembali dalam aspek kehidupan yang berpedoman Al-Qur’an kita akan melihat
bagaimana aspek Islam mengatur semua pola kehidupan manusia. Dan aturan
kejelasan tentang makna haram dan halal pun telah jelas tergambar bagaimana
Islam mengabarkannya untuk kita. Dalam Al-Qur’an Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman, "Katakanlah:Siapakah
yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang telah dikeluarkan untuk hambaNya
dan rezeki-rezeki yang baik itu?.Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan yang
jelek, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan dosa, dan kejahatan yang
tidak benar, dan kamu menyekutukan Allah dengan suatu yang Allah samasekali
tidak menurunkan hujjah, dan kamu mengatakan atas (nama) Allah sesuatu yang
kamu tidak tahu." (al-A'raf: 32-33). Batasan haram dan halal dalam Islam
adalah hal yang sudah pasti yang harus kita ikuti sebagai pedoman dalam
keberlangsungan hidup kita. Namun, Islam
juga mengatur bagaimana kita juga harus melihat kebaikan (thoyib) nya apalagi dalam konteks makanan dan minuman.
Teranglah Allah berfirman, "Hai manusia! Makanlah dari apa-apa yang ada di
bumi ini yang halal dan baik, dan jangan kamu mengikuti jejak syaitan karena
sesungguhnya syaitan itu musuh yang terang-terangan bagi kamu."
(al-Baqarah: 168)
Dalam karyanya Yusuf Qordhawi “Halal dan Haram dalam Islam”
memandang bahwa sejak dahulu kala umat manusia berbeda-beda dalam menilai
masalah makanan dan minuman mereka, ada yang boleh dan ada juga yang tidak
boleh. Lebih-lebih dalam masalah makanan yang berupa binatang. Adapun masalah
makanan dan minuman yang berupa tumbuh-tumbuhan, tidak banyak diperselisihkan.
Dan Islam sendiri tidak mengharamkan hal
tersebut, kecuali setelah menjadi arak, baik yang terbuat dari anggur, korma,
gandum ataupun bahan-bahan lainnya, selama benda-benda tersebut sudah mencapai
kadar memabukkan. Begitu juga Islam mengharamkan semua benda yang dapat
menghilangkan kesadaran dan melemahkan urat serta yang membahayakan tubuh,
sebagaimana akan kami sebutkan di bawah. Adapun soal makanan berupa binatang
inilah yang terus diperselisihkan dengan hebat oleh agama-agama dan golongan.
Misalnya saja golongan Brahmana (Hindu) yang melarang dirinya untuk menyembelih
dan makan daging hewan, atau golongan Nasrani dan Yahudi yang menghalalkan
babi. Sedang Islam datang dengan rahmat, dalam firman-Nya yang menjelaskan
makanan yang diharamkan,
"Katakanlah! Aku tidak menemukan tentang sesuatu yang telah
diwahyukan kepadaku soal makanan yang diharamkan untuk dimakan, melainkan
bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi; karena sesungguhnya dia
itu kotor (rijs), atau binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka
barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati
batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih."
(al-An'am: 145).
Dan dalam surah al-Maidah ayat 3 Al-Quran menyebutkan
binatang-binatang yang diharamkan itu dengan terperinci dan lebih banyak.
Firman Allah:
"Telah diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi,
binatang yang disembelih bukan karena Allah, yang (mati) karena dicekik, yang
(mati) karena dipukul, yang (mati) karena jatuh dari atas, yang (mati) karena
ditanduk, yang (mati) karena dimakan oleh binatang buas kecuali yang dapat kamu
sembelih dan yang disembelih untuk berhala." (al-Maidah: 3).
Ada dua binatang yang dikecualikan oleh syariat Islam dari
kategori bangkai, yaitu belalang, ikan
dan sebagainya dari macam binatang yang hidup di dalam air.
Rasulullah s.a.w. ketika ditanya tentang masalah air laut,
beliau menjawab:
"Laut itu airnya suci dan bangkainya halal."
(Riwayat Ahmad dan ahli sunnah)
Dan firman Allah yang mengatakan:
"Dihalalkan bagi kamu binatang buruan laut dan
makanannya." (al-Maidah. 96)
Yang dimaksud haramnya bangkai, hanyalah soal memakannya.
Adapun memanfaatkan kulitnya, tanduknya, tulangnya atau rambutnya tidaklah
terlarang. Bahkan satu hal yang terpuji, karena barang-barang tersebut masih
mungkin digunakan. Oleh karena itu tidak boleh disia-siakan.
Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan, bahwa salah seorang hamba
Maimunah yang telah dimerdekakan (maulah) pernah diberi hadiah seekor kambing,
kemudian kambing itu mati dan secara kebetulan Rasulullah berjalan melihat
bangkai kambing tersebut, maka bersabdalah beliau:
"Mengapa tidak kamu ambil kulitnya, kemudian kamu samak
dan memanfaatkan?" Para sahabat menjawab: "Itu kan bangkai!"
Maka jawab Rasulullah: "Yang diharamkan itu hanyalah memakannya."
(Riwayat Jama'ah, kecuali Ibnu Majah)
Rasulullah s.a.w. menerangkan cara untuk membersihkannya,
yaitu dengan jalan disamak.
Sabda beliau:
"Menyamak kulit binatang itu berarti
penyembelihannya." (Riwayat Abu Daud dan Nasal)
Yakni, bahwa menyamak kulit itu sama dengan menyembelih untuk
menjadikan kambing tersebut menjadi halal.
Dalam salah satu riwayat disebutkan:
"Menyamak kulit bangkai itu dapat menghilangkan
kotorannya." (Riwayat al-Hakim)
Dan diriwayatkan pula, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Kulit apa saja kalau sudah disamak, maka sungguh
menjadi suci/bersih." (Riwayat Muslim dan lain-lain)
Darah masuk dalam kategori haram. Dalam hal ini adalah darah
yang mengalir. Hal ini merupakan hikmah
yang harus kita pahami, bahwa darah merupakan aliran yang ditransformasikan ke
seluruh tubuh dan hal ini dapat meyakiti binatang atau melemahkannya.
Kemudian yang makanan diharamkan Allah adalah daging babi.
Dr. Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa naluri manusia yang baik sudah barang tentu
tidak akan menyukainya, karena makanan-makanan babi itu yang kotor-kotor dan
najis. Ilmu kedokteran sekarang ini mengakui, bahwa makan daging babi itu
sangat berbahaya untuk seluruh daerah, lebih-lebih di daerah panas. Ini
diperoleh berdasarkan penyelidikan ilmiah, bahwa makan daging babi itu salah
satu sebab timbulnya cacing pita yang sangat berbahaya. Dan barangkali
pengetahuan modern berikutnya akan lebih banyak dapat menyingkap rahasia
haramnya babi ini daripada hari kini. Maka tepatlah apa yang ditegaskan Allah:
"Dan Allah mengharamkan atas mereka yang
kotor-kotor." (al- A'raf: 156)
Sementara ahli penyelidik berpendapat, bahwa membiasakan
makan daging babi dapat melemahkan perasaan cemburu terhadap hal-hal yang
terlarang.
Menyembelih dengan tidak atas nama Allah juga merupakan
sesuatu yang diharamkan, misalnya saja adalah menyembelih binatang dengan atas
nama Latta dan ‘Uzza. Hal ini merupakan perbuatan yang melanggar Tauhid dalam
penyembahan kepada-Nya. Oleh karena itu, menyebut selain nama Allah ketika
menyembelih berarti meniadakan perkenan ini dan dia berhak menerima larangan
memakan binatang yang disembelih itu.
Dalam firman-Nya Allah juga menegarkan perihal minuman dan
perbuatan yang haram yang harus kita hindari agar tidak terperangkap pada jebakan
syaitan , "Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya khamar (arak), judi,
berhala, dan undian adalah kotor dari perbuatan syaitan. Oleh karena itu
jauhilah dia supaya kamu bahagia. Syaitan hanya bermaksud untuk mendatangkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu disebabkan khamar dan judi, serta
menghalangi kamu ingat kepada Allah dan sembahyang. Apakah kamu tidak mau
berhenti?" (al-Maidah: 90-91)
Khamar atau arak merupakan segala sesuatu yang dapat
memabukkan. Dalam hadits Rasulullah bersabda, "Semua yang memabukkan
berarti arak, dan setiap arak adalah haram." (Riwayat Muslim)
Dan Umar pun mengumumkan pula dari atas mimbar Nabi,
"Bahwa yang dinamakan arak ialah apa-apa yang dapat menutupi
fikiran." (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Walaupun sedikitnya kita mencoba untuk sekedar mencicipinya
dengan tegas Rasulullah mengharamkannya, Rasulullah s.a.w. pernah menegaskan:
"Minuman apapun kalau banyaknya itu memabukkan, maka
sedikitnya pun adalah haram." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tarmizi)
Lalu bagaimana jika itu dijadikan sebagai obat?,. Rasulullah
kembali menegaskan bahwa "Arak itu bukan obat, tetapi penyakit." (Riwayat
Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi)
Dan sabdanya pula:
Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat, dan
menjadikan untuk kamu bahwa tiap penyakit ada obatnya, oleh karena itu
berobatlah, tetapi jangan berobat dengan yang haram." (Riwayat Abu Daud)
Dan Ibnu Mas'ud pernah juga mengatakan perihal minuman yang
memabukkan: "Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhanmu dengan
sesuatu yang Ia haramkan atas kamu." (Riwayat Bukhari).
Jadi, makanan dan
minuman yang dihalalkan dan diharamkan untuk kita adalah suatu hal yang sudah
jelas digambarkan oleh Islam melalui dalil-dalil yang ada, baik itu Al-Qur’an
dan Hadits Sahih.
Sumber: Halal dan Haram dalam Islam karya Yusuf Qardhawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar